![]() |
Gambar ilustrasi |
Dalam pernyataannya yang dirilis pada Kamis, 10 April 2025, alumni Lemhannas RI PPRA-48 itu menyuarakan keprihatinan mendalam atas belum tuntasnya pembayaran lahan milik masyarakat adat yang kini dijadikan area pembangunan pusat pemerintahan baru, termasuk istana negara.
“Pembangunan tanpa menyelesaikan hak rakyat adalah seperti menanam bara api di dalam fondasi negara. Jangan sampai yang kita bangun hari ini menjadi sumber gejolak di masa depan,” ujar Wilson tegas.
Luka Lama di Atas Tanah Kedatuan Kutai
Lahan yang dipermasalahkan adalah tanah adat bekas wilayah Kedatuan Kutai Kartanegara, yang menurut Wilson sudah dihuni secara turun-temurun oleh masyarakat lokal. Sayangnya, sebagian besar lahan tersebut sudah digunakan tanpa ada ganti rugi yang jelas, bahkan banyak ahli waris yang tidak pernah dimintai persetujuan.
“Ini tidak hanya soal pembayaran, tapi juga soal pengakuan atas eksistensi masyarakat adat dan hukum adat di tanah mereka sendiri,” tambah Wilson yang juga lulusan Etika Terapan dari Universitas Utrecht dan Linkoping.
"Negara Barbar Jika Hukum Tak Ditegakkan"
Lebih pedas lagi, Dolfie Rompas, S.H., M.H., Penasehat Hukum PPWI, menyebut praktik pengambilalihan lahan tanpa penyelesaian sebagai tindakan barbar dan bentuk hukum rimba.
“Kalau Pemerintah bisa seenaknya mengambil tanah rakyat tanpa proses hukum yang benar, itu namanya negara barbar. Ini bukan zaman penjajahan, semua harus taat hukum, termasuk Pemerintah!” tegasnya.
Dolfie juga menyoroti pentingnya Pemerintah sebagai teladan dalam ketaatan terhadap hukum. “Jika negara justru melanggar hukum, maka legitimasi moral dan konstitusionalnya akan goyah,” katanya prihatin.
Ahli Waris Minta Keadilan, Bukan Janji
PPWI sebagai kuasa pendamping Lisa Anggaini dan rekan-rekan, ahli waris lahan IKN, meminta Presiden Prabowo Subianto segera menyelesaikan sengketa ini sebelum pembangunan berlanjut.
“Kami meminta moratorium pembangunan IKN hingga ganti rugi lahan warga diselesaikan. Jangan sampai proyek kebanggaan bangsa justru menjadi simbol ketidakadilan yang membekas dalam sejarah,” kata Wilson.
Ahli waris disebut telah melayangkan pengaduan resmi kepada PPWI Nasional dan tengah menggalang dukungan publik agar hak mereka tidak dikubur oleh megahnya proyek IKN.
Peringatan Keras untuk Masa Depan Bangsa
Wilson mengakhiri pernyataannya dengan peringatan keras namun bijak kepada para pengambil kebijakan nasional:
“Jangan sampai IKN, yang seharusnya menjadi mercusuar peradaban Indonesia masa depan, justru menjadi monumen ketidakadilan akibat kelalaian hari ini. Bangunlah negeri ini dengan hati nurani, bukan sekadar beton dan baja.
Laporan : marno