![]() |
Foto balai desa. Dan bukti pembayaran Sertifikat PTSL Dari salah satu warga. |
Parahnya lagi, Pemerintah Desa (Pemdes) Kalijoyo memilih diam seribu bahasa, sementara warga dipaksa membayar dengan ancaman berkas ditarik jika menolak.
Warga Dipaksa Bayar Biaya Siluman di Luar Ketentuan!
Sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, biaya resmi PTSL di wilayah Jawa dan Bali hanya Rp150.000 per bidang. Namun, dalam praktiknya, Pemdes Kalijoyo menerapkan tarif liar yang bervariasi, dengan alasan yang berubah-ubah.
Salah satu warga yang mengurus PTSL sejak Juni 2024 mengaku awalnya diminta membayar Rp1,3 juta untuk tiga bidang tanahnya dengan rincian:
- Pendaftaran: Rp150.000
- Pembuatan segel: Rp200.000
- Pengukuran desa: Rp150.000
- Total untuk 2 bidang tanah bersertifikat: Rp1.000.000
- Total untuk 1 bidang tanah bersertifikat: Rp300.000
Namun, pada September 2024, mendadak muncul pungutan tambahan Rp450.000 dengan alasan adanya pemetaan ulang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemdes.
"Sudah bayar Rp1,3 juta, tapi tiba-tiba diminta Rp450 ribu lagi. Kalau tidak mau, berkas saya ditarik! Ini jelas pemerasan!" ujar seorang warga geram.
Warga Lain Tidak Dipungut Biaya Tambahan, Ada Permainan Kotor?
Lebih anehnya lagi, tidak semua warga dikenakan pungutan tambahan. Beberapa warga lainnya mengaku hanya membayar Rp150.000 sesuai aturan resmi. Saat dipertanyakan, Pemdes berdalih bahwa mereka akan ditagih belakangan—namun hingga kini, mereka tidak pernah dimintai bayaran tambahan.
Situasi ini menimbulkan dugaan kuat adanya permainan di dalam Pemdes Kalijoyo, di mana hanya warga tertentu yang dipalak habis-habisan.
Kwitansi Bocor! Pungutan Mencapai Rp750.000 per Bidang!
Investigasi menunjukkan adanya kwitansi pembayaran warga yang mencapai Rp750.000 per bidang—angka yang jauh dari tarif resmi pemerintah.
Seorang warga berinisial S mengungkapkan bahwa dirinya dipaksa membayar lebih dari Rp150 ribu per bidang, sementara warga lain dikenakan tarif yang lebih tinggi lagi tanpa alasan jelas.
"Kami dipalak semaunya! Apa dasar mereka mematok harga setinggi itu?" ujarnya geram.
Kepala Desa Kalijoyo Bungkam, Perangkat Desa Lempar Tanggung Jawab!
Ketika awak media mencoba meminta klarifikasi, Kepala Desa Kalijoyo, Narmito, tiba-tiba menghilang dan mematikan WhatsApp-nya. Sekretaris desa pun enggan merespons.
Hanya seorang perangkat desa bernama Diyo yang memberikan tanggapan, namun jawabannya justru semakin mencurigakan.
"Kami hanya menjalankan perintah. Silakan konfirmasi langsung ke Pak Lurah," katanya singkat.
Jawaban ini semakin memperkuat dugaan bahwa pungli ini dilakukan secara sistematis dan terorganisir di lingkungan Pemdes Kalijoyo!
Pungli PTSL Bisa Berujung Bui! Pejabat Desa Terancam Penjara Bertahun-Tahun!
Praktik pungli ini bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi sudah masuk ranah pidana berat. Para pelaku dapat dijerat dengan hukum tegas, di antaranya:
-
Pasal 12 Huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Hukuman seumur hidup atau pidana 4-20 tahun, serta denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar bagi pejabat yang menerima pungutan ilegal.
-
Pasal 423 KUHP
- Pejabat yang memaksa warga membayar sesuatu yang tidak diwajibkan oleh undang-undang dapat dipenjara maksimal 6 tahun.
-
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar
- Semua pungutan di luar ketentuan resmi dalam program pemerintah dikategorikan sebagai pungli dan harus diproses hukum!
Warga Murka! Tuntut Investigasi dan Hukuman untuk Pelaku!
Kasus ini telah memicu gelombang kemarahan warga, yang menuntut transparansi dan tindakan hukum terhadap Pemdes Kalijoyo.
"Kalau memang biaya resmi hanya Rp150 ribu, kenapa kami dipalak lebih? Ini harus diusut tuntas! Kami minta aparat turun tangan dan menindak semua pelakunya!" tegas salah satu warga.
Warga mendesak Bupati Pekalongan, kepolisian, dan Kejaksaan Negeri Pekalongan untuk segera turun tangan, sebelum praktik haram ini semakin merajalela.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada satu pun pejabat terkait yang bersedia memberikan keterangan resmi.
Laporan : Toni