Foto: Muhammad Kanafi (62), warga Jangkungan, Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga |
Perjalanan Kasus: Dari Laporan ke Ketidakpastian
Muhammad Kanafi melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan akta kelahiran anaknya, Atika Yulianti, oleh pasangan RS dan MS, warga Dusun Krajan, Tegalwaton, Kabupaten Semarang. Dalam laporan tersebut, Kanafi menyebut bahwa nama kedua orang tua dalam akta kelahiran Atika telah diubah tanpa persetujuannya sebagai ayah kandung. Lebih parahnya, perubahan data dilakukan tanpa adanya prosedur adopsi resmi.
“Akta kelahiran anak saya yang seharusnya mencantumkan nama saya dan mendiang istri, malah diganti dengan nama orang lain. Ini tidak hanya melukai perasaan saya sebagai seorang ayah, tetapi juga melanggar hukum,” ujar Kanafi kepada wartawan.
Sejumlah saksi, termasuk RS, MS, dan beberapa warga setempat, telah diperiksa oleh Polres Kabupaten Semarang. Namun, hingga saat ini, hasil penyelidikan tidak kunjung disampaikan kepada pihak pelapor. Kuasa hukum Kanafi, Y. Joko Tertono, SH., bahkan telah melayangkan surat permohonan hasil penyelidikan pada Juli 2024, namun tidak mendapatkan tanggapan yang memadai.
Mediasi yang Gagal
mediasi yang difasilitasi Polres Kabupaten Semarang gagal mencapai kesepakatan. Terlapor RS justru menunjukkan sikap tidak kooperatif, bahkan mengancam akan melaporkan balik Kanafi.
“Ketika mencari keadilan, klien kami malah diancam. Ini sangat mencederai rasa keadilan. Jika terus begini, kami akan membawa kasus ini ke pengadilan,” tegas Joko.
Dugaan Pelanggaran Hukum yang Mengemuka
Berdasarkan analisis hukum, tindakan pemalsuan akta kelahiran ini dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen yang ancaman hukumannya mencapai enam tahun penjara. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan Pasal 264 dan 266 KUHP terkait pemalsuan dokumen otentik, yang masing-masing memiliki ancaman hukuman hingga delapan dan tujuh tahun penjara.
“Jika terbukti, RS dan MS telah melanggar sejumlah pasal dalam KUHP, termasuk Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Kami akan mengajukan tes DNA untuk memastikan hubungan darah antara Kanafi dan Atika Yulianti,” lanjut Joko.
Tuntutan Muhammad Kanafi dan Kuasa Hukumnya
Muhammad Kanafi bersama kuasa hukumnya mendesak pihak kepolisian untuk segera menuntaskan penyelidikan demi keadilan dan kepastian hukum. Joko menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar perjuangan personal Kanafi, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap praktik hukum yang dinilai tidak berpihak pada korban.
“Ini bukan hanya tentang klien kami, tetapi juga tentang bagaimana hukum bekerja untuk melindungi yang benar dan menghukum yang bersalah. Kami meminta agar pihak kepolisian lebih profesional dalam menangani kasus ini,” ujar Joko.
Kanafi juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap pihak-pihak terkait yang seolah tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan perkara ini. “Saya hanya ingin keadilan untuk diri saya dan putri saya. Apa yang dilakukan kepada kami adalah tindakan yang tidak manusiawi,” tambah Kanafi.
Proses hukum yang lamban dalam kasus ini menunjukkan bahwa reformasi hukum masih menjadi pekerjaan rumah besar di Indonesia. Kasus ini harus menjadi pengingat bahwa keadilan yang tertunda adalah keadilan yang hilang.
Laporan : Toni