Foto lokasi proyek pembangunan yang berdiri Di Lahan Hijau serta Resapan air |
KompasX.com | Kabupaten Semarang, – Proyek pembangunan gedung di zona hijau Jalan Raya Sumowono-Kaloran, Kabupaten Semarang, menjadi perhatian publik setelah terungkap berbagai pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemilik proyek. Gedung yang diklaim akan dijadikan panti asuhan atau panti jompo ini ternyata diduga dibangun tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan melanggar aturan tata ruang.
Ironisnya, pemilik proyek, yang belakangan diketahui bernama Andreanto Pinoto, mengklaim dirinya sebagai anggota pers, seolah status tersebut memberikan perlindungan dari jerat hukum. Tindakan ini tidak hanya mencoreng profesi jurnalistik, tetapi juga menunjukkan arogansi terhadap peraturan yang berlaku.
Fakta Pelanggaran: Bukti Kesengajaan Melanggar Hukum
Foto IMB yang Sudah Tidak Berlaku |
1. Izin Bangunan Tidak Sah
Proyek ini hanya mengantongi IMB rumah tinggal, yang sudah tidak berlaku sejak aturan baru mengenai PBG diterapkan pada 2021. Hal ini menunjukkan ketidakpatuhan terhadap regulasi yang seharusnya dipahami oleh pemilik, terutama jika ia benar seorang anggota pers.
Dasar Hukum: Pasal 24 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sanksi: Pembatalan izin, denda administratif, hingga pembongkaran bangunan.
2. Pembangunan di Zona Hijau
Lokasi proyek berada di zona hijau yang dilindungi sebagai area resapan air. Pembangunan di wilayah ini dilarang keras oleh hukum karena dapat merusak ekosistem dan meningkatkan risiko bencana seperti banjir.
Dasar Hukum: Pasal 69 Ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Sanksi: Pidana penjara hingga 3 tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
3. Ancaman Terhadap Daerah Resapan Air
Bangunan ini berdiri di daerah resapan air yang berfungsi vital untuk menjaga ekosistem. Pelanggaran ini tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga masyarakat sekitar yang menggantungkan kesejahteraan pada kawasan tersebut.
Dasar Hukum: PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung.
Foto KTA yang dikirimkan mandor EKO kepada awak media melalui pesan WhatsApp |
Penyalahgunaan Status: Anggota Pers atau Pelanggar Hukum?
Mandor proyek bernama Eko awalnya mengaku tidak tahu-menahu soal izin bangunan. Namun, setelah dikonfirmasi lebih lanjut, Eko menyebutkan bahwa pemilik proyek adalah Andreanto Pinoto, sambil menunjukkan Kartu Tanda Anggota (KTA) pers milik pemilik tersebut.
"Tindakan ini menuai kecaman keras, terutama dari masyarakat dan kalangan aktivis lingkungan. Klaim sebagai anggota pers dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan status untuk menghindari tanggung jawab hukum. "Sikap seperti ini memalukan. Alih-alih menjadi pengawal kebenaran, ia justru mengabaikan aturan demi kepentingan pribadi," ujar seorang aktivis lingkungan setempat.
Warga Marah: Jangan Korbankan Lingkungan untuk Proyek Ilegal
Beberapa Masyarakat sekitar Yang Engan Disebut Namanya menuturkan, proyek menyatakan penolakan keras atas pembangunan ini. Mereka khawatir proyek tersebut akan merusak lingkungan, mengurangi daya serap air, dan meningkatkan risiko bencana seperti banjir.
"Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengatakan, "Kalau memang untuk tujuan sosial, kenapa tidak mengurus izin dengan benar? Jangan menjadikan lingkungan sebagai korban."
Warga mendesak Dinas Tata Ruang dan Satpol PP Kabupaten Semarang untuk segera bertindak tegas. Mereka meminta pembongkaran bangunan dan penegakan hukum terhadap pemilik proyek tanpa pandang bulu.
Gedung di Klaim untuk Sosial
Klaim bahwa gedung ini akan digunakan untuk panti asuhan atau panti jompo justru semakin dipertanyakan keabsahannya. Banyak yang menilai alasan tersebut hanyalah kedok untuk menyembunyikan pelanggaran hukum yang terjadi.
Harapan Publik: Tegakkan Hukum Tanpa Pandang Bulu
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap pembangunan, terutama di wilayah zona hijau. Aparat penegak hukum diharapkan tidak ragu memberikan sanksi tegas kepada pelanggar, termasuk membongkar bangunan jika perlu.
"Jika pelanggaran ini dibiarkan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada hukum. Apalagi, pelakunya mengaku sebagai anggota pers yang seharusnya lebih memahami aturan," tegas seorang tokoh masyarakat.
Catatan Akhir
Kasus ini mencerminkan bagaimana arogansi dan penyalahgunaan status dapat merusak tatanan hukum dan lingkungan. Tindakan tegas dari pemerintah diperlukan untuk menghentikan praktik serupa di masa depan, sekaligus memastikan zona hijau tetap terlindungi sebagai warisan untuk generasi mendatang.
penulis: Rini Siswati SH.