Foto : Tofanli Alisa Jerico dan
Armada serta salah satu Gudang Penimbunan BBM Subsidi
UNGARAN – Investigasi mendalam mengungkap praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis solar di Jawa Tengah, yang melibatkan jaringan mafia terorganisir. Aktivitas ilegal ini berpusat di dua gudang utama: satu di sekitar Jalan Adi Sumarmo, Solo, dan satu lagi di kawasan Alas Tuo, Bangetayu Wetan, Kecamatan Genuk, Semarang. Jaringan ini diduga menimbun solar bersubsidi dari SPBU untuk dijual sebagai solar industri dengan harga lebih tinggi. Negara dirugikan hingga miliaran rupiah, sementara hak masyarakat kecil terus terampas.
Modus Operasi: Modifikasi Armada dan Sistem Barcode Palsu
Penyelidikan yang dilakukan pada Selasa (19/11/2024) menemukan modus operandi yang rapi. Truk-truk boks berkapasitas besar, hingga 5.000 liter, dimodifikasi dengan tangki tambahan untuk mengangkut solar bersubsidi. Setiap truk dilengkapi dengan plat nomor kendaraan palsu dan barcode berbeda, memungkinkan mereka melakukan pengisian berkali-kali di SPBU tanpa terdeteksi sistem digital Pertamina.
Seorang sopir yang diwawancarai mengaku bahwa mereka mengangkut solar dari SPBU di Bawen, Lopait, dan Genuk untuk dibawa ke gudang penimbunan. "Kami hanya disuruh mengantar. Plat dan barcode sudah disiapkan bos," ujar sopir yang enggan disebutkan namanya.
Solar bersubsidi yang seharusnya dijual dengan harga Rp6.800 per liter, kemudian dijual sebagai solar industri dengan harga mencapai Rp12.000 hingga Rp15.000 per liter. Dalam satu hari, truk dapat mengangkut hingga 3.000 liter solar, menghasilkan keuntungan besar bagi jaringan mafia.
Dalang Operasi: Tofanli alias Jerico
Sumber investigasi menyebut nama Tofanli alias Jerico sebagai dalang utama operasi ini. Ia diduga mengatur semua aspek operasi, dari penyediaan armada, barcode, hingga gudang penyimpanan. Selain itu, seorang koordinator bernama Alex, yang mengaku sebagai wartawan independen, turut berperan dalam memuluskan praktik ilegal ini.
Sejumlah operator SPBU mengakui keterlibatan mereka setelah menerima imbalan Rp10.000 untuk setiap transaksi solar bersubsidi. “Kami hanya menjalankan instruksi,” kata salah satu operator yang ketakutan.
Gudang Penimbunan: Pusat Operasi di Solo dan Semarang
Dua lokasi utama, gudang di Adi Sumarmo, Solo, dan Alas Tuo, Bangetayu Wetan, Semarang, menjadi pusat perhatian aparat. Kedua lokasi ini diketahui menjadi tempat penyimpanan sebelum solar dijual ke berbagai industri.
Pantauan langsung menunjukkan aktivitas keluar-masuk truk mencurigakan. Meskipun lokasi gudang tersembunyi, tim investigasi berhasil mendapatkan bukti video dan foto truk yang parkir di dalam area tersebut.
Pelanggaran Hukum dan Jerat Pidana
Tindakan mafia solar ini melanggar sejumlah undang-undang, antara lain:
1. Pasal 56 KUHP – Membantu tindak pidana dengan menyediakan alat atau informasi.
2. UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi – Penyalahgunaan BBM bersubsidi terancam hukuman hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar.
3. UU Tindak Pidana Korupsi – Jika terbukti ada keterlibatan aparat atau oknum Pertamina, pelaku dapat dijerat pasal korupsi dengan ancaman hukuman berat.
Desakan Masyarakat untuk Penindakan Tegas
Organisasi masyarakat dan aktivis anti-korupsi mendesak Polda Jawa Tengah, Polres Semarang, dan Polres Solo untuk segera menangkap dan memproses pelaku hukum. “Praktik ini sangat merugikan masyarakat kecil dan mencederai rasa keadilan. Penegakan hukum harus tegas dan memberikan efek jera,” tegas seorang aktivis.
Reformasi Sistem Distribusi BBM Bersubsidi
Kasus ini menyoroti pentingnya reformasi dalam sistem distribusi BBM bersubsidi. Pertamina dan pemerintah perlu memperketat pengawasan, termasuk penggunaan teknologi yang lebih canggih untuk melacak transaksi.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum bergerak cepat dan transparan dalam menangani kasus ini. Jika tidak, kepercayaan terhadap hukum akan semakin tergerus.
(Red/Bayu A)